Tomcat-Kentang merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan karena memunyai nilai ekonomi tinggi. Tanaman tersebut banyak diusahakan petani di dataran tinggi yang memiliki iklim dingin dan diusahakan sebagai kentang sayur. Tanaman kentang sebagai bahan baku olahan masih jarang diusahakan petani dan pengusahaannya hanya melalui kemitraan. Hal ini menyebabkan industri kentang olahan dalam negeri tidak berkembang karena kesulitan untuk mendapatkan bahan baku (Kusmana 2012a).
Berdasarkan penggunaannya, kentang dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kentang prosesing (keripik, french fries, mashed potato) dan kentang sayur. Untuk kebutuhan tersebut diperlukan karakteristik umbi kentang yang berbeda, untuk bahan prosesing perlu bentuk dan ukuran umbi tertentu, kadar pati tinggi, kadar gula reduksi rendah, dan specific gravity (Sg) tinggi. Sementara untuk kentang sayur (table potato) karakter yang penting ialah tekstur dan mealiness. Industri besar pengolah keripik kentang di Indonesia sebagai bahan baku industrinya. Benih varietas Atlantic sampai saat ini masih diimpor dari Australia, Kanada, dan Skotlandia. Benih tersebut umumnya`hanya sekali ditanam, generasi berikutnya produktivitasnya dari generasi pertama ke generasi berikutnya terus menurun karena terjadinya degenerasi sehingga sangat bergantung terhadap impor. Varietas Atlantic sangat disukai oleh pabrik karena rasa enak, rendemen hasil keripik cukup tinggi, dan hasil gorengan cukup memuaskan, namun kurang disukai oleh petani karena rentan terhadap penyakit busuk daun, rentan terhadap layu bakteri serta harga benih mahal dan sulit diperoleh.
Upaya mengganti atau mencari varietas pengganti Atlantic telah dilakukan oleh industri keripik nasional dengan cara mengintroduksi beberapa varietas kentang olahan seperti Herta, Panda, Kenebec, Russet Burbank, Hermes, Blis, dan Spunta (Basuki & Kusmana 2005). Namun sampai saat ini belum diperoleh varietas yang menyamai Atlantic. Di lain pihak Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan beberapa varietas baru kentang dan beberapa di antaranya adalah varietas kentang olahan. Namun demikian, varietas tersebut belum konsisten, suatu saat dapat masuk pabrik namun pada saat lain ditolak karena tidak masuk spesifikasi pabrik seperti persentase reject dan gula reduksi terlalu tinggi (Basuki & Kusmana 2005). Ketidakkonsistenan terjadi akibat adanya perbedaan musim dan lokasi penanaman sehingga mengakibatkan Sg rendah, kadar gula reduksi tinggi, dan tingkat kerusakan setelah digoreng tinggi (Collier et al. 1980, Dalianis et al. 1966).
Varietas Atlantic cocok dijadikan sebagai bahan baku keripik karena Sg tinggi (>1,080), kadar gula reduksi rendah, dan hasil gorengan baik (Basuki& Kusmana 2005, Kusmana 2012). Varietas Atlantic ditingkat petani kurang disukai karena rentan terhadap penyakit busuk daun, layu bakteri serta degenerasi sangat cepat. Oleh sebab itu perlu dicarikan varietas pengganti yang setara dengan Atlantic dalam hal kualitas olahannya namun lebih tahan terhadap organisme pengganggu tumbuhan (OPT) busuk daun, OPT layu bakteri, dan OPT virus. Suatu varietas agar disukai pengguna atau industri harus memiliki banyak faktor positif dan sebaliknya sedikit faktor negatifnya.
Upaya perbaikan varietas melalui hibridisasi dengan menggunakan tetua working collection Balitsa hasil introduksi dari International Potato Center (CIP) dilakukan sejak tahun 2004. Pada tahun 2005 telah dilakukan persilangan antara varietas Atlantic sebagai tetua betina dengan klon asal CIP yang memiliki latar belakang genetik resisten terhadap virus dan penyakit busuk daun dan berhasil diperoleh enam kombinasi persilangan (Kusmana & Sofiari 2007, Kusmana 2012a, Kusmana 2012b).
Kegiatan penelitian ini merupakan bagian dari penelitian adaptasi dari total tiga penelitian lapangan pada lokasi yang berbeda. Tahapan pemuliaan yang dilakukan pada tanaman kentang meliputi seleksi generasi awal pada tahapan tuber family, seleksi arsitektur tanaman, seleksi bentuk umbi, seleksi kulit umbi, seleksi kedalaman mata umbi, dan keseragaman tanaman, selanjutnya pengujian daya hasil dan kualitas Sg umbi, pati, dan kadar gula (Brown & Dale 1998, Love et al. 1997).
Selengkapnya dapat mengunduh disini atau disini
Sumber : Litbang Kementan RI
No comments :
Post a Comment