Tomcat-Tanaman tin (Ficus carica L.) merupakan tanaman asli Asia Barat dan telah dibudidayakan selama ribuan tahun di Mediterania negara-negara Eropa dan Afrika Utara (Manago 2006). Budidaya tanaman tin di mancanegara telah berkembang luas terutama di Spanyol, Turki, dan Italia, tetapi di Amerika Serikat budidayanya masih terbatas. Buah tin memiliki sumber serat yang baik dan dapat membantu proses metabolisme feses dalam tubuh. Buah tin segar mengandung 1,2% serat, sedangkan yang kering mengandung 5,6% (Bolin & King 1980 dalam Pipattanawong et al. 2008).
Tanaman tin umumnya diperbanyak dengan setek, dan yang terbaik digunakan berasal dari potongan kayu yang tumbuh baik, diameter batang ± 1,5–2,5 cm, dengan pohon induk sumber tanaman berumur 2 tahun. Perbanyakan juga dapat dilakukan dengan menggunakan setek ranting berumur 1 tahun dengan jumlah cabang pertama ranting dua cabang (Schurrie 1990).
Di Israel dan beberapa tempat lain, tanaman tin
varietas lokal dapat diserbuki dan menghasilkan biji
pada musim panas apabila ada tanaman jantan. Oleh
karena itu tanaman tin dapat diperbanyak dengan
berbagai teknik, baik vegetatif maupun generatif.
Jenis F. carica yang mampu menghasilkan benih dapat
diperbanyak sendiri oleh petani untuk dibudidayakan
(Simcha Lev-Yadun et al. 2006). Buah tin memiliki
rasa manis, siap untuk dimakan ketika matang, serta mudah ditanam, dan perbanyakannya dapat dilakukan
melalui vegetatif (Mordechai 1997 dalam Mordechai
et al. 2006).
Perbanyakan vegetatif tanaman tin dapat dilakukan dengan setek. Perbanyakan dengan setek ialah cara pembiakan tanaman dengan menggunakan bagianbagian vegetatif yang dipisahkan dari induknya. Pada kondisi yang menguntungkan setek akan tumbuh dan berkembang membentuk tanaman baru dengan sifat yang sama dengan pohon induknya.
Penyetekan dapat dilakukan pada tanaman tin dengan mengambil batang tin yang tidak memiliki daun, pilih dan potong dengan panjang 8–12 inci (20–30 cm), kemudian ditanam dengan hanya beberapa mata tunas (4–6 mata tunas) keluar dari permukaan tanah (Anonim 2005). Hasil penelitian Pipattanawong et al. (2008) menunjukkan bahwa perbanyakan tin dengan setek batang yang ditempatkan di dalam plastik pavilion dapat meningkatkan jumlah tunas dan akar yang muncul lebih awal dibandingkan tanpa plastik pavilion. Hal ini mungkin karena penggunaan plastik pavilion dapat meningkatkan suhu yang membantu pembentukan kalus untuk induksi tunas dan akar pada perbanyakan tin secara setek di daerah dingin.
Selain perlakuan pembungkusan dengan plastik,
pembentukan akar pada setek juga sangat dipengaruhi
oleh adanya zat pengatur tumbuh (ZPT) golongan
auksin dan untuk pembentukan tunas dipengaruhi
oleh sitokinin. Air kelapa merupakan salah satu
bahan alami yang mengandung hormon sitokinin 5,8
mg/l, auksin 0,07 mg/l, dan giberelin serta senyawa
lain (Bey et al. 2006). Senyawa lain yang terdapat
dalam air kelapa adalah protein, lemak, mineral,
karbohidrat, bahkan lengkap dengan vitamin C dan
B kompleks (Susilo 1996 dalam Ningsih et al. 2010).
Menurut Gardner et al. (1991 dalam Ningsih et al.
2010), protein dan karbohidrat dibutuhkan tanaman
sebagai cadangan makanan, lemak dibutuhkan
tanaman sebagai cadangan energi, mineral sebagai
bahan penyusun tubuh tanaman, dan vitamin C dan
B kompleks berperan di dalam proses metabolisme.
Dengan demikian, air kelapa dapat dimanfaatkan
untuk memacu pertumbuhan baik pertunasan maupun
perakaran pada berbagai jenis tanaman.
Selain sitokinin dan auksin, air kelapa juga mengandung giberelin dalam konsentrasi rendah. Giberelin mampu mempercepat perkecambahan biji kopi (Murniati & Zuhri 2002), mempercepat pembentukan bulatan-bulatan seperti gelembung (bentukan bulat yang siap membentuk pucuk dan akar sebagai awal perkecambahan) pada biji anggrek bulan (Bey et al. 2005).
Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk perakaran adalah auksin, namun relatif mahal dan sulit diperoleh. Sebagai pengganti auksin sintetis dapat digunakan bawang merah (Ependi 2009 dalam Muswita 2011). Bawang merah mengandung minyak atsiri, sikloaliin, metilaliin, dihidroaliin, flavonglikosida, kuersetin, saponin, peptida, fitohormon, vitamin, dan zat pati (Anonim 2008 dalam Muswita 2011). Selanjutnya Anonim (2009 dalam Muswita 2011) menambahkan bahwa fitohormon yang dikandung bawang merah adalah auksin dan giberelin. Penggunaan bawang merah sebagai ZPT telah dilakukan pada beberapa jenis tanaman. Setyowati (2004 dalam Muswita 2011), melaporkan bahwa pemberian ekstrak bawang merah dengan konsentrasi 75% memberikan hasil terbaik untuk pertumbuhan panjang akar, panjang tunas, dan jumlah tunas pada setek mawar.
Hasil penelitian Sudaryono & Soleh (1994), menyatakan bahwa bawang merah dapat digunakan untuk mempercepat pertumbuhan akar dan proses pencangkokan anakan tanaman salak. Kasijadi et al. (1999) juga berpendapat bahwa penggunaan limbah bawang merah 75 g/cangkok untuk induksi akar dapat meningkatkan keberhasilan cangkok sebesar 10% pada cangkokan anakan salak.
Ada sejenis ZPT perangsang akar, yaitu Rootone-F, yang dapat merangsang perakaran setek, karena mengandung auksin sintetis. Wiratri & Nura (2005) dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa untuk induksi akar dari setek pucuk yaitu berasal dari perlakuan perendaman selama 24 jam dalam larutan Rootone-F 100 ppm.
Selengkapnya dapat mengunduh disini atau disini
Sumber : Litbang Kementan RI
No comments :
Post a Comment