Tomcat-Produk pertanian Indonesia harus siap bersaing secara global karena iklim perdagangan yang semakin bebas. Posisi tawar dari berbagai komoditas pertanian harus ditingkatkan (Muslim & Nurasa 2011). Untuk dapat bersaing secara global, perlu terlebih dahulu diidentifikasi keunggulan kompetitif dan komparatif dari suatu komoditas, serta intervensi pemerintah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keunggulan dari suatu komoditas tersebut. Kebijakan pemerintah dapat berupa kebijakan terhadap input dan output produksi (Rum 2010). Emelda & Mapplagau (2014) melalui kajiannya mengenai daya saing dan kebijakan pemerintah terhadap pengembangan kakao Indonesia mengemukakan bahwa dukungan kebijakan dari pemerintah telah mendukung keunggulan kompetitif dan komparatif yang mengakibatkan petani mendapatkan keuntungan dan kebijakan berjalan dengan baik.
Kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki rerata produksi cukup besar jika dibandingkan dengan komoditas sayuran lain, meskipun produksinya berfluktuasi setiap tahunnya. Badan Pusat Statistik mencatat bahwa rerata produksi dari tahun 2009 hingga 2013 sebesar 1.082.224 t. Selain digunakan sebagai sayuran, kentang juga merupakan sumber karbohidrat alternatif yang dapat mendukung diversifikasi pangan (Haris 2010, Utami et al. 2012). Sejalan dengan itu sekitar 10% dari hasil panen kentang di dunia telah dikonversi menjadi berbagai macam produk olahan (Keijbets 2008). Banyak produk olahan kentang yang telah dikenal khususnya di Indonesia seperti kentang goreng dan keripik kentang (Asgar et al. 2011).
Food Agriculture Organization melaporkan bahwa pada tahun 2010 produksi kentang dunia sebesar 324 juta t (Deb et al. 2013). Basuki et al. (2013) mengemukakan bahwa produksi kentang nasional meningkat sebesar 16,3% selama periode 2005–2009. Namun, peningkatan tersebut lebih dikarenakan akibat perluasan lahan tanam, bukan dari meningkatnya produktivitas. Di sisi lain menurut hasil penelitian Adiyoga (2011), konsumen menyatakan bahwa konsumsi kentang meningkat 46,6% selama kurun waktu 5 tahun terakhir. Sementara produksi kentang yang berfluktuasi mengakibatkan pasokan kentang ikut berfluktuasi sehingga sebagian kebutuhan kentang nasional dipasok melalui impor.
Kentang memiliki trend pertumbuhan tinggi tetapi penetrasi pasarnya rendah sehingga membutuhkan kapital yang tinggi untuk meningkatkan pangsa pasarnya (Adiyoga 2011). Pemasaran produk kentang lokal semakin terdesak oleh komoditas kentang impor karena kesalahan selama ini yakni pola tanam yang tidak tepat dan penggunaan pestisida yang berlebihan belum dapat ditanggulangi dengan tuntas. Untuk kasus di dataran tinggi Dieng, rerata produksi saat ini hanya 5–8 t/ha, sedangkan 10 tahun yang lalu adalah 10–13 t/ha (Suharso dalam Gumbira-Said 2011). Namun, menurut Saptana et al. (2001) komoditas kentang di Wonosobo, Jawa Tengah masih memiliki keunggulan komparatif yang cukup tinggi dan juga masih memiliki keunggulan kompetitif.
Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung termasuk salah satu sentra produksi kentang di Indonesia selain dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah, Kerinci di Jambi, dan Curup di Bengkulu (Suharjo et al. 2010). Sentra produksi ini merupakan sentra produksi kentang terbesar di Provinsi Jawa Barat. Produksi kentang di Pangalengan untuk petani yang menggunakan benih G4 bersertifikat mencapai rerata 26.364 kg/ha/musim (Ridwan et al. 2010).
Sebagai salah satu sentra produksi kentang, perlu diidentifikasi keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani kentang di daerah ini sehingga dapat dirumuskan suatu alternatif kebijakan yang dapat diambil untuk meningkatkan daya saing usahatani kentang di daerah itu.
Selengkapnya dapat mengunduh disini atau disini
Sumber : Litbang Kementan RI
No comments :
Post a Comment