Tomcat-Manggis (Garcinia mangostana L.) yang dijuluki sebagai queen of tropical fruits (Hume 1947, Richards 1990, Kusuma & Verheij 1994) merupakan salah satu komoditas primadona yang menjadi andalan ekspor Indonesia, dengan tujuan ekspor ke lebih dari 21 negara di dunia, di antaranya Jepang, Hongkong, China, Thailand, Singapura, Malaysia, Vietnam, Arab Saudi, Kuwait, Yordania, Oman, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, Belanda, Prancis, Belgia, Swiss, Denmark, Italia, dan Spanyol (Kementerian Pertanian 2014)
Selama 5 tahun terakhir (2008–2012), luas panen, produksi, dan volume ekspor manggis Indonesia meningkat pesat. Pada tahun 2008, total produksi dan volume ekspor masing-masing 78.674 t dan 9.465 t, kemudian pada tahun 2012 meningkat menjadi 190.287 t dan 20.168 t (Tabel 1). Namun demikian, bila dilihat perbandingan antara produksi dan volume ekspor, Tabel 1 menunjukkan bahwa hanya 12,79% dari total produksi yang layak ekspor. Menurut Qosim (2013), gangguan penyakit getah kuning (yellow latex atau gamboge disorder) merupakan penyebab utama rendahnya kualitas buah manggis sehingga total volume ekspor menjadi relatif rendah.
Getah kuning adalah cairan atau eksudat yang keluar dari pembuluh getah kulit buah manggis (Sdoodee & Chiarawipa 2005). Gangguan getah kuning menyebakan daging buah terlumuri getah kuning dan kulit buah menjadi keras sehingga sukar dibuka (Pechkeo et al. 2007). Buah manggis yang bergetah kuning rasanya tidak enak dan pahit sehingga tidak layak ekspor (Kusuma & Verheij 1994). Kartika (2004) melaporkan bahwa getah kuning pada buah manggis dapat dibedakan menjadi getah kuning pada kulit luar buah atau pada pericarp dan getah kuning pada daging buah atau pada endocarp. Getah kuning pada daging buah (fruit aril) lebih serius dari pada getah kuning pada kulit luar buah (outer fruit skin), karena getah kuning pada daging buah bersifat mencemari bagian yang dikonsumsi sehingga rasanya pahit dan tidak layak dikonsumsi.
Penyebab terjadinya getah kuning pada buah manggis belum diketahui secara pasti. Menurut Verheij (1997), getah kuning disebabkan oleh adanya luka mekanis seperti benturan dan gesekan buah atau karena adanya tusukan serangga, misalnya oleh Helopheltis ke kulit buah dan luka mekanis tersebut menginduksi keluarnya getah dari pembuluh. Poerwanto et al. (2008) menyatakan bahwa getah kuning merupakan gejala fisiologis yang berkaitan dengan turgor sel yang menyusun kulit buah, yaitu pecahnya dinding sel akibat perubahan tekanan turgor karena perubahan lingkungan secara ekstrim. Menurut Hadisutrisno (2002), getah kuning disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum yang menyerang buah yang masih muda. Cendawan tersebut menginfeksi buah muda dengan bantuan kutu buah. Setelah masuk ke dalam buah, cendawan tersebut mengalami masa inkubasi yang cukup lama, dan baru menunjukkan gejala serangan setelah buah matang
Syah et al. (2007) melaporkan, tanaman manggis
yang diberikan air secara terus-menerus selama
proses perkembangan buah dengan teknik irigasi
tetes, persentase buah yang bergetah kuning menurun.
Disebutkan bahwa pemberian air secara terus-menerus
selama fase pembuahan menyebabkan kandungan
air tanah pada proses perkembangan buah tidak
berfluktuasi. Dengan tidak berfluktuasinya air tanah,
keberhasilan menurunkan buah yang bergetah kuning
diduga berkaitan dengan stabilnya tekanan turgor
sel yang menyusun kulit buah sehingga mengurangi
pecahnya dinding sel karena naik turunnya turgor sel
tidak terjadi secara ekstrim.
Pemberian air irigasi dapat dilakukan dengan mudah dan murah apabila di lokasi kebun atau sekitar kebun terdapat sumber air untuk pengairan. Kenyataannya, sebagian besar perkebunan manggis di Indonesia lokasinya jauh dari sumber air sehingga penerapan teknik irigasi buatan agar tanaman terairi secara kontinyu sulit dilaksanakan. Untuk itu, perlu dicoba pemberian perlakuan antitranspiran agar pada lokasi dengan curah hujan rendah, kehilangan air karena transpirasi dapat dikurangi sehingga tekanan turgor sel kulit buah manggis tetap stabil.
Antitranspiran ialah senyawa yang diaplikasikan
pada permukaan daun tanaman untuk mengurangi
transpirasi atau penguapan dari permukaan daun.
Antitranspiran bagi tanaman dapat berfungsi untuk
menghindari stres karena kehilangan air berlebihan
dan sekaligus dapat melindungi tanaman dari
serangan serangga dan jamur. Menurut Kyaw-Win
et al. (1991), antitranspiran ada yang bersifat sebagai
inhibitor metabolik (metabolic inhibitors), ada yang
bersifat menurunkan viskositas lapisan lilin daun
(film-forming antitranspirants), atau kombinasi
dari keduanya. Antitranspiran yang bersifat sebagai
inhibitor metabolik apabila disemprotkan pada daun
berfungsi mengurangi pembukaan stomata dan meningkatkan resistensi daun terhadap difusi uap
air tanpa memengaruhi tingkat penyerapan CO2,
sedangkan antitranspiran yang bersifat menurunkan
viskositas lapisan lilin daun apabila disemprotkan
pada permukaan daun maka daun permeabel terhadap
CO2 dan O2, tetapi impermeabel terhadap penguapan
air. Pemberian antitranspiran pada tanaman manggis
diharapkan dapat memelihara kandungan air internal
tanaman tetap tinggi dan stabil sehingga tekanan
tugor sel tidak berfluktuatif, walaupun tanaman tidak
mendapatkan pengairan dari air irigasi.
Selengkapnya dapat mengunduh disini atau disini
Sumber : Litbang Kementan RI
No comments :
Post a Comment