Tomcat-Penggunaan benih botani (true shallot seed/ TSS) dalam produksi bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum B.) lebih menguntungkan daripada penggunaan umbi bibit karena TSS dapat meningkatkan produktivitas tanaman sampai 100% dibandingkan dengan penggunaan umbi (Basuki 2009). Selain itu TSS tidak atau lebih sedikit membawa penyakit tular benih daripada umbi bibit. Penggunaan TSS sebagai bahan tanam untuk produksi umbi di kalangan petani bawang merah masih sangat rendah, di antaranya karena ketersediaan TSS di pasar yang masih rendah terutama untuk varietas-varietas lokal yang sesuai dengan preferensi petani maupun konsumen seperti Bima Brebes/Curut, Maja, Kuning, Batu Ijo, dsb. serta teknologi pembibitan yang lebih praktis perlu disosialisasikan kepada penangkar benih maupun produsen umbi bawang merah. True shallots seed varietas Tuk Tuk yang diproduksi besar-besaran oleh perusahaan benih swasta tidak berkembang karena memiliki karakteristik yang kurang menarik seperti warna pucat dan aroma kurang tajam serta tidak tahan hujan.
Teknologi produksi TSS masih dalam proses pengembangan, menyebabkan produksi TSS belum dapat memenuhi kebutuhan akan bahan tanam bawang merah. Salah satu kendala dalam produksi TSS adalah persentase pembungaan dan pembentukan kapsul maupun biji (seed set) yang rendah. Perlakuan vernalisasi pada umbi yang dikombinasikan dengan pemberian benzil amino purin (BAP) dan boron baik di dataran tinggi maupun dataran rendah menghasilkan persentase pembentukan kapsul (fruit set) di dataran tinggi sekitar 53% dengan pembentukan biji (seed set) sekitar 81% (Rosliani et al. 2012), sementara di dataran rendah masingmasing hanya mencapai 37% dan 69% (Rosliani et al. 2013). Penelitian ini dilaksanakan dalam upaya untuk meningkatkan persentase pembentukan buah (kapsul) dan biji dengan meningkatkan keberhasilan penyerbukan.
Bawang merah termasuk tanaman genus Allium group agregatum dan satu jenis dengan bawang bombay yang merupakan tanaman menyerbuk silang, karena organ jantan dan betina dalam satu bunga tidak masak pada saat yang sama (Currah& Proctor 1990). Menurut Gure et al. (2009), secara alami persentase penyerbukan sendiri pada tanaman bawang bombay sangat rendah, hanya sekitar 9%. Lebah dilaporkan memainkan peranan penting dalam membantu penyerbukan silang tanaman bawang, yakni memindahkan serbuk sari dari antera satu bunga ke kepala putik bunga lain yang sedang reseptif (Yucel & Duman 2005, Kameyama & Kudo 2009). Selanjutnya Yucel & Duman (2005) melaporkan bahwa lebah madu A. mellifera merupakan serangga penyerbuk yang efektif dalam meningkatkan produksi biji bawang bombay. Untuk memperoleh penyerbukan yang memadai dalam produksi benih bawang bombay diperlukan paling sedikit 12–15 koloni lebah per hektar.
Sajjad et al. (2008) melaporkan bahwa selain lebah, serangga pengunjung bunga bawang bombay yang utama adalah beberapa jenis lalat. Namun demikian, menurut Gure et al. (2009) lebah mempunyai kelebihan sebagai penyerbuk bawang bombay karena aktivitasnya yang tinggi dalam meningkatkan penyerbukan silang sehingga hasil dan mutu benih meningkat sebagaimana ditunjukkan oleh viabilitas dan bobot benih. Sementara pada tanaman bawang merah, lalat hijau merupakan satu-satunya serangga penyerbuk yang biasa digunakan dalam produksi TSS. Selain perannya dalam membantu penyerbukan, cukup produktif juga kemudahan dalam pengelolaan dan perbanyakannya, sedangkan lebah yang efektif pada produksi biji bawang bombay belum pernah dicoba pada produksi biji bawang merah/TSS. Pada tanaman bawang merah, jenis dan perilaku serangga penyerbuk serta efisiensinya dalam membantu penyerbukan bunga belum teridentifikasi secara jelas.
Selengkapnya dapat mengunduh disini atau disini
Sumber : Litbang Kementan RI
No comments :
Post a Comment