Tomcat-Getah menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas pascapanen buah mangga karena getah dapat menyebabkan buah terlihat kotor, dermatitis, dan menjadi media bagi pertumbuhan cendawan (Yuniarti & Suhardjo 1994). Upaya yang dapat dilakukan untuk menghilangkan getah yaitu dengan pencucian. Penelitian sebelumnya telah menemukan formulasi bahan pencuci yang dapat menghilangkan getah, debu, dan kotoran lain yang melekat pada buah mangga Arumanis dan Gedong yakni menggunakan larutan deterjen dan Ca(OH)2 (Poerwanto 2013).
Beberapa tahun terakhir, perlakuan panas (heat treatment) menjadi salah satu teknologi pengendalian hama dan penyakit yang banyak dilakukan pada hasil panen hortikultura. Perlakuan vapour hot treatment (VHT) dengan suhu 52–55°C selama 10 menit menjadi salah satu cara untuk mengatasi penyakit diplodia (Diplodia natalensis) yang diaplikasikan setelah buah mangga Arumanis dipanen (Deptan 2008). Pada buah mangga Gedong Gincu telah dilakukan pengendalian lalat buah menggunakan teknik VHT. Vapour hot treatment dengan suhu 46,5°C yang diikuti pelilinan dapat mempertahankan buah mangga hingga 28 hari dalam penyimpanan (Marlisa 2007). Selain itu, perlakuan panas digunakan untuk memperpanjang umur simpan buah-buahan yang didasarkan pada pengaruhnya terhadap aktivitas enzim dalam buah (Ketsa et al. 2000). Perlakuan panas sebelum penyimpanan dapat menghambat sintesis enzim yang terlibat dalam proses pemasakan buah tomat termasuk enzim yang terlibat dalam sintesis etilen (Lurie et al. 1996), yakni 1-aminocyclopropane-1-carboxylic acid (ACC) sintase dan oksidase (Zhou et al. 2002). Pembentukan etilen dari metionin yakni melalui senyawa intermedier S-adenosil-metionin (SAM) dan ACC. Perubahan SAM menjadi ACC dilakukan oleh enzim ACC-sintase, kemudian ACC dirubah menjadi etilen oleh ACC-oksidase. ACC-oksidase merupakan enzim yang labil dan sensitif terhadap oksigen, dan suhu tinggi di atas 35°C. ACC-oksidase menjadi tidak aktif akibat perlakuan panas, dan penurunan sintesis ACC-oksidase terjadi melalui penurunan m-RNA. Akibatnya, ACC meningkat tajam, sedangkan etilen mengalami penurunan (Lurie et al.1996, Lurie 1998, Sudjatha & Wisaniyasa 2008).
Hasil penelitian Ketsa et al. (2000) menunjukkan bahwa perlakuan panas pada suhu 38°C tidak dapat menghambat pemasakan buah mangga cv. Nam Dok Mai. Diduga bahwa perlakuan panas akan berpengaruh terhadap pemasakan buah mangga jika suhu ditingkatkan. Namun demikian, perlakuan panas dengan suhu 38°C dapat memperbaiki kualitas buah setelah disimpan pada suhu rendah. Selain itu, buah mangga mengalami kerusakan yang lebih rendah dibandingkan dengan buah mangga yang tidak diberi perlakuan panas.
Perbaikan kualitas buah mangga dapat dilakukan dengan mengombinasikan beberapa perlakuan pascapanen untuk mengoptimalkan pengaruhnya terhadap perubahan fisiologis yang selanjutnya dapat menghambat penurunan kualitas buah (Prawaningrum 2012). Penyimpanan pada suhu kamar dapat mempercepat proses respirasi dan meningkatkan kehilangan hasil (Napitupulu 2013). Sementara itu, Yahia & Campos (2000) menyatakan bahwa perlakuan air panas dapat menyebabkan kerusakan pada kualitas buah mangga jika perlakuan tidak diterapkan dengan baik dan buah mangga tidak segera disimpan pada suhu rendah setelah diberikan perlakuan panas. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pengujian perlakuan panas dan suhu penyimpanan pada buah mangga Gedong. Aplikasi perlakuan panas dilakukan bersamaan dengan proses pencucian. Penyimpanan pada suhu rendah digunakan karena merupakan cara efektif dalam menghambat proses pemasakan jika dalam kisaran yang tidak menyebabkan chilling injury (Purwoko & Magdalena 1999). Hasil penelitian Baloch et al. (2011) menunjukkan bahwa buah mangga Langra dan Samar Baghist Caunsa yang direndam pada suhu air 15°C (precooling) kemudian disimpan pada suhu 15°C dapat menghambat perubahan warna kulit buah yang menunjukkan pemasakan buah terhambat.
Selengkapnya dapat mengunduh disini atau disini
Sumber : Litbang Kementan RI
No comments :
Post a Comment