Tomcat-Jeruk Siompu merupakan salah satu jeruk keprok andalan nasional yang awalnya hanya dijumpai di Pulau Siompu Kabupaten Buton, namun sangat potensial dikembangkan di Kabupaten Buton dan sekitarnya di Sulawesi Tenggara serta daerah lainnya terutama daerah yang memiliki agroekosistem mirip dengan Pulau Siompu. Menurut masyarakat Pulau Siompu, jeruk Siompu sering dibawa ke Singapura dan Malaysia oleh pelaut Siompu dan sekitarnya. Jeruk Siompu saat ini termasuk jeruk unggulan nasional yang diharapkan menjadi salah satu solusi pemenuhan kebutuhan jeruk dalam negeri dan menjadi komoditas tujuan ekspor.
Sehubungan dengan harapan tersebut, jeruk Siompu harus dikembangkan secara serius berbasis iptek guna meningkatkan produksi dan kualitasnya. Upaya pengembangan jeruk ini masih dihadapkan kepada beberapa masalah utama yaitu masih sulit untuk meningkatkan produktivitas tanaman mendekati potensi hasilnya, akibat kondisi perubahan iklim dan kesuburan tanah, adanya serangan hama dan penyakit utama serta teknologi budidaya yang rendah seperti pengairan.
Saat ini jeruk Siompu umumnya dijumpai di
Kabupaten Buton khususnya di Siompu, namun
produktivitas dan kualitas buahnya masih rendah,
karena berbagai kendala biofisik terutama faktor
tanah dan iklim. Kondisi tanah Pulau Siompu berbatu
dengan solum tanah yang dangkal sehingga tanaman
jeruk pada musim kemarau sangat mudah mengalami
cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan dapat
memengaruhi proses metabolisme, pertumbuhan, dan produksi tanaman (Bahrun et al. 2002), mengakibatkan
bunga mengalami aborsi terutama cekaman kekeringan
yang berat (Torrisi 1952 dalam Barbera et al. 1981),
meskipun kekurangan air pada level tertentu akan
meningkatkan kualitas buah (kadar gula). Umumnya
petani membiarkan tanaman jeruknya tumbuh dengan
kondisi iklim secara alamiah sehingga produksi yang
dicapai sangat fluktuatif baik dari segi kuantitas
maupun kualitas.
Pengembangan jeruk Siompu dilakukan di
lahan kering sehingga sering mengalami cekaman
kekeringan terutama pada musim kemarau sehingga
budidaya tanaman jeruk harus dibarengi dengan teknik
pengairan yang sesuai, agar tanaman tidak mengalami
cekaman kekeringan dan tanaman tumbuh secara ideal
dengan produksi maksimum dan kualitas buahnya
baik. Tanaman jeruk pada iklim tropis, setelah periode
kemarau turun hujan atau dilakukan pengairan akan
merangsang pembungaan (Shalhevet & Levy 1990).
Upaya penemuan teknik pengairan hemat air, aplikabel, dan menguntungkan sangat diperlukan dan mendesak. Salah satu teknik pengairan yang cukup prospektif dikembangkan oleh petani jeruk adalah pengairan separuh daerah akar (PSDA) atau pengeringan separuh daerah akar, yang merupakan teknik pengairan yang memberikan peluang sebagian akar atau separuhnya pada kurun waktu tertentu mengalami kondisi kering. Studi tentang PSDA telah banyak dilakukan pada skala rumah kaca maupun lapangan dan hasilnya ternyata dapat menghemat air 20–50% tanpa kehilangan hasil yang signifikan, bahkan kualitas hasil meningkat (Wahbi et al. 2005, Zegbe & Behboudian 2008, Bahrun et al. 2012). Dasar ilmu secara fisiologi pengairan separuh atau sebagian daerah akar adalah adanya intervensi signal kimiawi seperti asam absisat (ABA) dari bagian akar yang kering, yang dapat mengakibatkan stomata tertutup pada kondisi cekaman kekeringan tertentu, dan meningkatkan efisiensi penggunaan air (Liu et al. 2005). ABA tersebut dapat memengaruhi kadar glukosa dan fruktosa buah jeruk (Kojima et al. 1995). PSDA juga berpengaruh terhadap absorbsi kalium (K) dan kadar kalium dapat memengaruhi ukuran buah, kadar, dan rasa sari buah jeruk (Ashraf et al. 2010). Oleh karena itu, pengeringan separuh daerah akar memiliki potensi besar untuk bidang hortikultura terutama buahbuahan (Costa et al. 2007), karena PSDA diprediksi memiliki dampak tambahan melalui peningkatan nilai tanaman. Studi lain menunjukkan bahwa kekurangan air (water shortage) menyebabkan peningkatan jumlah gula dalam sari buah (brix) (Cruse et al.1982, Koo& Smajstrla 1985), sebaliknya cekaman kekeringan (drought) dapat meningkatkan kemasaman sari buah jeruk (Cruse et al. 1982, Kuriyama et al. 1981). Dengan demikian, aplikasi teknik pengairan separuh daerah akar yang mengkreasi sebagian akar mengalami kondisi kering dan sebagian akar lainnya mengalami kondisi basah akan sangat besar manfaatnya bagi pengembangan jeruk Siompu guna diperoleh kualitas hasil yang baik dengan penggunaan air yang efisien.
Selengkapnya dapat mengunduh disini atau disini
Sumber : Litbang Kementan RI
No comments :
Post a Comment