Tomcat-Kentang (Solanum tuberosum L.) berpotensi dikembangkan sebagai sumber karbohidrat untuk menunjang diversifikasi pangan, komoditas ekspor, dan bahan baku industri pengolahan. Namun demikian, mengingat karakteristik tanaman kentang yang beradaptasi baik di dataran tinggi maka hal penting yang perlu diantisipasi adalah dampak negatif terhadap sumber daya alam akibat upaya peningkatan produksi (Adiyoga 2009). Oleh karena itu pengembangan kentang ke dataran yang lebih rendah merupakan salah satu langkah yang dapat ditempuh.
Sampai saat ini pengembangan kentang di dataran medium (300–700 m dpl.) mengalami berbagai kendala, salah satu di antaranya adalah serangan
organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil panen. Basuki et al. (2013) melaporkan bahwa pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2009 di dataran medium (680 m
dpl.), kutudaun, trips, dan penyakit busuk daun fitoftora
menjadi OPT utama yang menurunkan produksi
sebesar 37,2%. Soesanto et al. (2011) melaporkan
bahwa patogen tular tanah yang umum menyerang
kentang ialah Phytophthora, Fusarium, dan Ralstonia,
yang masing-masing menyebabkan penyakit busuk
daun, layu fusarium, dan layu bakteri. Kehilangan hasil
yang diakibatkan oleh serangan penyakit tersebut dapat
mencapai 90%. Selanjutnya dilaporkan pula bahwa
peningkatan kepadatan patogen tular tanah tersebut
searah dengan penurunan ketinggian tempat. Selain
itu tingginya suhu di dataran medium juga menjadi
kendala. Levy & Veilleux (2007) menyatakan bahwa
suhu tanah optimum untuk pembentukan umbi kentang
berkisar antara 15–18oC, suhu tanah dan udara yang
tinggi menurunkan hasil.
Balai Penelitian Tanaman Sayuran telah mendapatkan beberapa klon kentang toleran suhu tinggi hasil adaptasi dari Peru. Dua di antara klon-klon tersebut adalah CIP 394614.117 dan CIP 392781.1 yang mampu berumbi pada ketinggian tempat 500–600 m dpl. (Sofiari et al. 2007, Handayani 2009). Untuk mengembangkan klonklon tersebut di dataran medium diperlukan teknologi budidaya baik kultur teknis maupun pengendalian OPT yang mendukung kedua klon tersebut berproduksi optimum. Penerapan teknologi PHT pada budidaya kentang varietas Granola di dataran medium yang meliputi teknologi kultur teknis (penggunaan mulsa jerami, penanaman dengan sistem baris ganda, dan pemupukan berimbang) serta penerapan ambang pengendalian OPT telah mampu mengurangi penggunaan pestisida lebih dari 70% dengan produktivitas mencapai 21,44 t/ha (Basuki et al. 2013). Untuk mengatasi serangan bakteri R. solanacearum pada budidaya paprika digunakan larutan bakterisida oxytetrasiklin dengan konsentrasi 1 ml/l sebagai perlakuan media tanam (Moekasan et al. 2011). Pengendalian penyakit layu bakteri pada kentang menggunakan bakterisida yang bersifat antiseptik dilakukan oleh Shekhawat et al. (1990) dan berhasil menekan penyakit tersebut.
Penelitian bertujuan merakit teknologi pengendalian OPT yang dikombinasikan dengan penggunaan klon toleran suhu tinggi, untuk mendukung budidaya kentang di dataran medium. Hipotesis yang diajukan adalah dengan penerapan teknologi pengendalian PHT, klon-klon toleran suhu tinggi yang diuji dapat berproduksi optimum.
Untuk lebih lengkapnya dapat mengunduh filenya disini atau disini
Sumber : Litbang Kementan RI
No comments :
Post a Comment