Saturday, May 23, 2015

Repelensi Minyak Atsiri Tehadap Hama Gudang Bawang Ephestia cautella (Walker) (Lapidoptera: Pyrallidae) di Laboratorium

Tomcat-Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Di Indonesia bawang merah banyak diusahakan di dataran rendah dibanding di dataran tinggi, karena pengusahaannya lebih efisien dan kondisi agroklimatnya mendukung untuk pertumbuhan tanaman secara optimal (Suherman& Basuki 1990).

Salah satu hama gudang pada bawang merah adalah Ephestia cautella (Walker). Hama ini dikenal sebagai tropical warehouse moth. Hama ini merupakan hama utama di daerah tropik dan daerah beriklim panas. Larva E. cautella selain menyerang produk bawang juga merusak biji-bijian di gudang seperti kacang panjang, biji buncis, biji tomat, biji mentimun, kurma, biji kakao, bawang putih, bawang merah, dan buahbuahan yang dikeringkan (Dobie et al. 1991, Ashworth 1993, Subramanyam & Hagstrum 1993, Khebbeb et al. 2008, Shehu et al. 2010, Bowditch & Madden 1996, Olonisakin et al. 2006). Ngengat berwarna abu-abu dengan panjang tubuh sekitar 6 mm. Bila kedua sayap direntangkan panjangnya mencapai 17 mm, sisi atas sayap depan mempunyai semacam pita. Ngengat betina meletakkan telurnya di permukaan materia (Stratil& Reichmuth 1984). Jumlah telur yang dihasilkan selama hidupnya lebih kurang 340 butir dalam waktu 31–47 hari. Pada suhu 30°C telur akan menetas setelah 3 hari. Larva berwarna cokelat agak kotor atau cokelat kemerahan dengan bintik-bintik yang berwarna agak gelap. Siklus hidup dari telur hingga ngengat dewasa pada lingkungan ideal (suhu 32,5°C dan kelembaban 70%) memerlukan waktu 29–31 hari. Pupa berwarna putih dengan ukuran panjang 7,5 mm (Burges& Haskins 1965).

Hasil panen yang disimpan khususnya dalam bentuk umbi dan biji-bijian setiap saat dapat diserang oleh berbagai hama gudang yang dapat merugikan (Faruki & Khan 1993). Kerugian yang ditimbulkan oleh hama pascapanen ini berupa penurunan kualitas dan kuantitas yaitu kerusakan bentuk, aroma, tercampur kotoran, daya tumbuh, dan umbi bawang yang disimpan menjadi kempes (Ashworth 1993). Penelitian tentang hama gudang di gudang penyimpanan bawang merah belum banyak dilakukan.

Estimasi kerusakan yang disebabkan oleh hama gudang secara umum dapat mencapai 35% (Levinson & Levinson 1978), dan taksiran kerusakan yang disebabkan oleh E. cautella pada bawang merah yang disimpan di gudang petani di daerah Cirebon dan Brebes berkisar antara 10–40%. Sampai saat ini berbagai cara pengendalian hama di gudang yang paling banyak dilakukan adalah menggunakan insektisida sintetis. Insektisida sintetis dirasakan efektif karena penggunaannya mudah serta spektrum daya bunuhnya yang luas. Namun cara tersebut mempunyai banyak kekurangan antara lain risiko keamanan pangan (bahaya residu), timbulnya resistensi serangga hama gudang terhadap beberapa insektisida seperti malathion (Schaasfsma 1990), metylbromide (Taylor 1994, Tuncbilek et al. 2009, Azizoglu et al. 2011), dan phosphine (Zettler & Arthur 1997), residu di tanah, air, dan udara yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan hidup.

Alternatif teknologi pengendalian hama selain menggunakan insektisida sangat diperlukan oleh petani. Tuntutan ini mengikuti perkembangan permintaan pasar yang mulai mempertimbangkan keamanan produk bagi konsumen dan kesadaran untuk mengurangi kerusakan lingkungan. Teknologi yang ramah lingkungan menjadi salah satu prioritas kebutuhan. Teknologi alternatif yang mempunyai prospek untuk dikembangkan adalah dengan memanfaatkan berbagai senyawa kimia alami yang berasal dari tumbuhan (Schmutterer 1990, Musabyimana et al. 2001). Tumbuhan yang berada di alam dan akan digunakan sebagai sumber insektisida, diduga mempunyai ciri-ciri rasa pahit (mengandung alkaloid dan terpen), berbau busuk, berasa agak pedas, jarang atau tidak pernah diserang oleh hama, serta pengalaman petani organik yang menggunakan sediaan
ektrak alami dari tumbuhan beracun (etnobotanik) (Hasyim et al. 2010).

Minyak atsiri merupakan salah satu hasil proses metabolisme dalam tanaman, terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan air. Minyak tersebut disintetis dalam sel tanaman. Minyak atsiri dapat ditemukan pada bagian tanaman, misal pada akar (akar wangi), pada batang (kayu manis), pada kulit kayu (kayu putih), pada daun (kemangi), pada bunga (cengkeh), dan pada buah (buah pala). Fungsi minyak atsiri pada tanaman adalah memberi bau, misal pada bunga untuk membantu penyerbukan, pada buah untuk media distribusi ke biji, sementara pada daun dan batang minyak atsiri dapat berfungsi sebagai penolak serangga (Isman 2000, Huang 2000).

Pemanfaatan minyak atsiri sebagai pestisida nabati merupakan peluang yang sangat prospektif dalam pengembangan diversifikasi produk alami (natural product) yang selain bersifat lebih aman bagi kesehatan manusia, juga aman terhadap lingkungan (Dubey et al. 2010). Secara tradisional minyak atsiri telah lama digunakan untuk mengusir serangga hama biji-bijian dan kacang-kacangan di gudang penyimpanan (Olinosakin et al. 2006, Sujatha 2010). Minyak atsiri yang berasal dari tumbuhan dapat mengakibatkan satu atau lebih pengaruh pada hama seperti bersifat menolak (repellent) (Hasyim et al. 2010), menarik (attractant) (Hasyim et al. 2007), racun kontak (toxic) (Tariq et al. 2010, Chu et al. 2011, Abramson et al. 2006), racun pernafasan (fumigant) (Huang et al. 2000), mengurangi nafsu makan (antifeedant) (Arivoli & Tennyson 2013a), menghambat peletakan telur (oviposition deterrent) (Gunderson et al. 1985, Tripathi et al. 2003), menghambat pertumbuhan, mengacaukan sistem hormonal serangga, menurunkan fertilitas, serta sebagai antiserangga vektor (Dubey et al. 2008, Dubey et al. 2010, Isman 2000, Koul et al. 1990.

Minyak eucalyptus, minyak serai wangi, minyak akar wangi, minyak kayu manis, dan minyak jeruk purut diduga mengandung komponen aktif yang menimbulkan bau dan aroma yang memiliki potensi sebagai minyak atsiri sebagai insektisida untuk E. cautella.

Selengkapnya dapat mengunduh disini atau disini

Sumber : Litbang Kementan RI